Selasa, 15 Juli 2014

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN (ANALISIS VEGETASI)

LAPORAN PRAKTIKUM  EKOLOGI HUTAN
“Analis Vegetasi di Hutan Senaru”

 


Oleh

Nama : Dony Sudiarta Pratama 
 Nim    : C1L013025


PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014







HALAMAN PENGESAHAN



 Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat akhir laporan praktikum Ekologi hutan.

                                                                                                      Mataram,11 Juli 2014







  Mengetahui :

 Co.ass Ekologi                                                                                Praktikum

 

  (MUDATSIR)                                                         (DONY SUDIARTA PRATAMA)
 NIM C1L011034                                                                        NIM C1L013025










KATA PENGANTAR


        Dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan, kita tidak hanya di tuntut mengetahui dan memahami Ilmu Pengetahuan yang dipelajari, tetapi juga harus bisa memaknai pengetahuan itu , sehingga mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
        Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan dan dapat menyusun laporan ”Praktikum Ekologi”. Guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Hutan.
        Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu/Bapak Dosen  yang telah membimbing dan memberikan pelajaran mata kuliah Ekologi Hutan, tak lupa pula ucapan trimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan Laporan Ekologi ini.
        Penulis mengharapkan dengan adanya laporan Ekologi ini mampu mengembangkan motivasi belajar yang lebih tinggi. Penulis menyadari bahwa laporan klimatologi ini masih belum sempurna. Oleh karen itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun yang dtunjukan demi kesempurnan laporan Ekologi ini. semoga laporan ini berguna bagi pembelajaran selanjutnya dan bisa bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                              
                                                                                                                        Mataram, Juli 2014

Dony Sudiarta Pratama
 








BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar belakang
        Taman nasional gunung rinjani merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan pegunungan rendah hingga pegunungan tinggi dan savana di Nusa Tenggara Barat. Dinyatakan sebagai taman nasional oleh menteri kehutanan pada tahun 1990 dengan luas 41.330 ha.  Dengan puncak ketinggian 3.726 m dpl.
        Gunung Rinjani seluas 125.200 ha mempunyai sebagai hutan lindung 51.500 ha, hutan produksi terbatas 9.935 ha, hutan produksi biasa 22.975 ha serta suaka marga satwa 41.330 ha yang telah menjadi Taman Nasional Gunung Rinjani sesuai dengan pernyataan Menteri Kehutanan No. 448/Menhut – IV/90 tanggal 6 mei 1990.
        Beberapa tipe vegetasi yang terdapat di Taman Nasional yaitu hutan hujan tropis dataran rendah,  hutan hujan tropis pegunungan, hutan sekunder, hutan bintangur, dan hutan cemara gunung sepanjang kawasan danau segara anak. Vegetasi utama yang menyusun kawasannya adalah vegetasi hutan pegunungan. Pada ketinggian 1000-2000 m ditumbuhi Garu (Dysoxylum sp), bajur (Ptrospermum javanicum) dan tumbuhan lainnya. Sedangkan pada ketinggian 2000-3000 m vegetasi yang dominan adalah cemara gunung ( Cassuarina junghuniana) diatas 3000 m terdapat jenis rumput-rumputan terutama bunga abadi atau edelweis.
              Dari kawasan hutan yang yang terdapat di Taman nasional Gunung rinjani kita dapat melakukan analis vegetasi tumbuhan secara kuntitatif. Hasil analisis tumbuhan disajikan secara deskriptif mengenai komposisi jenis dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu  dari setiap spesies individu. Hal demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif sutu spesies yang dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies dalam komunitas , bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh  pada stabilitas komunitas (Soegianto, 1994).
        Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif . dengan demikian dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun, persoalan yang penting dalam analisis konitas tumbuhan adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuntitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data agar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Gopal dan Bhardwaj, 1979).

B. Tujuan Praktikum
1.      Untuk mengetahui analisis vegetasi
2.      Mengetahui cara membuat petak
3.      Mengetahui jenis dan tipe hutan















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



        Komunitas vegetasi pada tumbuhan mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan sebagainya (Syafei, 1990).
        Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu  metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
       Untuk kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan tiga macam parameter kuantitatif antara lain , densitas , frekuensi, dan dominansi ( Gopal dan Bardwaj). Sedangkan untuk kepeluan deskripsi vegetasi tersebut ada tiga macam parameter kuantitatif yang penting yaitu densitas, frekuensi dan kelindungan. Kelindungan yang dimaksud adalah parameter dominansi (Kusmana, 1997).
       Dalam penelitian ekologi hutan pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tetumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Spesies tetumbuhan yang dominan dalam komunitass dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, san perbandingan nilai penting ( Kusmana, 1997).
      Meskipun demikian, masih banyak parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk mendeskripsi komunitas tumbuhan. Baik dari segi struktur komunitas maupun tingkat kesamaannya dengan komunitas lainnya (soegianto, 1994).
       Metode pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan metode petak( plot) , metode jalur, ataupun metode kuadran (soegianto,1994).
      Metode petak dibagi dua yaitu metode petak tunggal dan petak ganda. Petak tunggal hanya dibuat satu petak contoh dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas tumbuhan. Petak ganda adalah pengambilan petak contoh vegetasi dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yang dipelajari, dan peletakan petakan contoh sebaiknya secara sistematis. Ukuran tiap contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhannya.  Ukuran petak untuk pohon dewassa adalah 20x20 m , fase tiang 10x10m , fase pancang 5x5m , dan fase semai serta tumbuhan bawah menggunakan petak contoh berukuran 1x1 m atau 2x2 m ( Kusmana,1997).
        Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah , topografi, dan elevasi. Jalur- jalur topografi dibuat memotong garis kontur dan sejajar satu dengan yang lainnya( Soerianegara dan indrawan, 1982).
        Metode kuadran umumnya digunakan untuk pengambilan contoh vegetassi tumbuhan jika hanya vegetassi fase pohon yang menjadi objek kajiannya. Metode ini mudah dikerjakan, dan lebih cepat jika akan dipergunakan untuk mengetahui komposisi jenis , tingkat dominansi, dan menaksir volume pohon. Syarat penetapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang akan diteliti harus di acak. Dengan kata lain , bahwa metode ini kurang tepat dipergunakan jika populasi pohon berdistribusi mengelompok atau seragam ( Kusmana, 1997). 

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM



A.    Waktu dan Tempat
             Praktikum ekologi hutan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 24-27 mei 2014 pukul 16.00 Wita sampai dengan selesai di Hutan Senaru Jebak Gawah, Taman Nasional Gunung Rinjani, Kabupaten Lombok Utara.

B.     Alat dan Bahan
Alat
·         Haga meter
·         Meteran
·         Tali raffia
·         Kompas
·         GPS
·         Alat tulis
·         Pita ukur/phi band
·         parang
·         tally sheet
·         kamera
Bahan
·         Pohon yang dijadikan sampel.

C.    Prosedur kerja
Cara kerja
·         Menentukan kerapatan dan distribusi pohon menggunakan metode plot persegi
1. dibuat plot persegi ukuran 20m x 20m
2. dipilih tumbuhan yang diameternya lebih dari 60 cm (termasuk kelas pohon)
3. diukur diameter setinggin dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang dari setiap pohon
4. ditentukan nama dari setiap pohon
5.dicatat dari hasil pengamata

















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN



A.    Hasil Pengamatan

      Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Vegetasi
NO
DATA PLOT
I
II
III
IV
Nama lokal
Nama spesies
Family
1
Bajur
Pterospermum javanicum
Sterculiaceae
175
70
251
280
2
Bangsal
Engelhartia spicata
Juglandaceae
125
204, 337 ,625, 162

132, 107
3
Jepun cina
Symploccos sp
symplococaceae
223, 132


124,5, 74
4
Suren
Toona sureni
Meliaceae
113
86


5
Tanjung gunung
Acmela acuminatissia
Myrtaceae
176



6
Goak
Ficus variegate
Moraceae
230



7
Nyambuk gawah
Syzigium sp
Myrtaceae

87, 86

98
8
Sipit
Crypteronia paniculata
Crypteroniaceae


326

9
Temerek
saurauria pandala
Saurariaceae


96

10
Buni gawah
Antidesma tetandrum
Euphorbiaceae


165

11
Klokos udang
Syzigium hemsiliana
Myrtaceae



102,5
12
Buak odak
Ervatamia sphaerocarpa
Apocynaceae


86







 Tabel 2. LBD per spesies
Nama
K(cm)
D
d2
LBD (m2)
Total spesies
Bajur
175,70,251,280
0.55 ,0.22 ,0.79, 0.89,
0.30, 0.04, 0.62, 0.79
0.237 , 0.002 , 0.489, 0.621
1349
Bangsal
125,204,337,625,162,132,107
0.39, 0.64, 1.07, 1.99, 0.51, 0.42, 0.34.
0.15, 0.40, 1.14 3.96, 0.26, 0.17, 0.11
0.119 , 0.321, 3.594, 321, 0.20, 0.138, 0.090
325.462
Jepun cina
223,132,124,5 ,74
0.71, 0.42, 0.39, 0.23
0.50, 0.17, 0.15, 0.05
0.395, 0.138, 0.119, 0.041
0.693
Suren
113,86
0.35, 0.27
0.12, 0.07
0.096, 0.152
0.248
Tanjung gunung
176
0.56
0.31
0.246
0.246
Goak
230
0.73
0.53
0.418
0.418
Nyambuk gawah
87,86,98
0.27, 0.27, 0.31
0.07 , 0.07, 0.09
0.057, 0.057, 0.30
0.414
Sipit
326
1.03
1.06
5.979
5.979
Temerek
96
0.30
0.09
0.070
0.070
Buni gawah
165
0.52
0.27
0.212
0.212
Klokos udang
102,5
0.32
0.10
0,078
0.078
Buak odak
86
0.27
0.07
0.05
0.05








Tabel 3 hasil analisis vegetasi
Nama lokal
Jumlah plot
Jumlah individu
K
K-R (%)
F
F-R (%)
C
C-R (%)
1NP (%)
Bajur
4
4
25 pohon/ha
15%
1
18%
8.431
0.41%
33,41%
Bangsal
3
7
43 pohon/ha
26%
0.8
14%
2.034
96,98%
136.98%
Jepun cina
2
4
25 pohon/ha
15%
0.5
9%
4.331
0.212%
24.21%
Suren
2
2
12 pohon/ha
7%
0.5
9%
1.55
0.076%
16.07%
Tanjung Gunung
1
1
6 pohon/ha
3%
0.3
5%
1.537
0.075%
8.075%
Goak
1
1
6 pohon/ha
3%
0.3
5%
2.612
0.128%
8.128%
Nyambuk gawah
2
3
18 pohon/ha
10%
0.5
9%
2.587
0.126%
19.126%
Sipit
1
1
6 pohon/ha
3%
0.3
5%
37.368
1.833%
9.833%
Temerek
1
1
6 pohon/ha
3%
0.3
5%
0.43
0.021%
8.021%
Buni gawah
1
1
6  pohon/ha
3%
0.3
5%
1.325
0.065%
8.065%
Klokos udang
1
1
6 pohon/ha
3%
0.3
5%
0.48
0.024%
8.024%
Buak odak
1
1
6 pohon/ha
3%
0.3
5%
0.312
0.032%
8.032%










B. Analis data
Luas plot x 4
( 20 x 20 ) x 4 = 1600 m2 = 0.16 ha
a.       Kerapatan
1.      Kerapatan setiap jenis pohon
·         Bajur  = 25 pohon /ha
·         Bangsal =  = 43 pohon/ha
·         Jepun cina =  = 25 pohon/ha
·         Suren =  = 12 pohon/ha
·         Tanjung gunung  = 6 pohon/ha
·         Goak  = 6 pohon/ha
·         Nyambuk gawah =  = 18 pohon /ha
·         Sipit  = 6 pohon / ha
·         Temerek =  = 6 pohon / ha
·         Buni gawah  = 6 pohon / ha
·         Klokos udang  = 6 pohon/ha
·         Buah odak  = 6 pohon/ha
                      Jumlah : 165 pohon / ha
2.      Ukuran relatif setiap jenis pohon
·         Bajur x 100% =  15 %
·         Bangsal x 100% = 26 %
·         Jepun cina x 100% =  15%
·         Suren = x 100% =  7%
·         Tanjung gunung x 100% =  3%
·         Goak x 100% =  3%
·         Nyambuk gawah x 100% =  10%
·         Sipit x 100% =  3%
·         Temerek x 100% =  3%
·         Buni gawah x 100% =  3%
·         Klokos udang x 100% =  3%
·         Buah odak x 100% =  3%
b.      Frekuensi
1.      Frekuensi setiap spesies pohon
·          Bajur  = 1
·         Bangsal =  = 0,8
·         Jepun cina=  = 0,5
·         Suren =  = 0,5
·         Tanjung gunung  = 0,3
·         Goak  = 0,3
·         Nyambuk gawah =  = 0,5
·         Sipit  = 0,3
·         Temerek  = 0,3
·         Buni gawah  = 0,3
·         Klokos udang  = 0,3
·         Buah odak  = 0,3
Jumlah = 5,4


2.      Frekuensi relatif setiap spesies pohon
·         Bajur x 100% =  18 %
·         Bangsal x 100% =  14%
·         Jepun cina x 100% =  9%
·         Suren x 100% =  9%
·         Tanjung gunung x 100% =  5%
·         Goak x 100% =  5%
·         Nyambuk gawah   x 100% =  9%
·         Sipit x 100% =  5%
·         Temerek x 100% =  5%
·         Buni gawah x 100% =  5%
·         Klokos udang x 100% =  5%
·         Buah odak x 100% =  5%
c.       Dominansi
1.      Luas bidang dasar (K lingkaran=  d ; Llingkaran = d2 )
·         Bajur ; d1   = 55,73 cm = 0,55m
            L1  =   x 3,14 x 0,552 = 0,237 m2
            d2   =     = 22,29 cm = 0,22 m
            L2  =   x 3,14 x 0,222 = 0,002m2
            d3  =     = 79,93 cm = 0,79 m
            L3  =   x 3,14 x 0,792 = 0,489m2
            d4  =     = 89,17 cm = 0,89 m
            L4  =   x 3,14 x 0,892 = 0,621m2
·         Jepun cina
d1   = 71,01 cm = 0,71 m
            L1  =   x 3,14 x 0,712 = 0,395 m2
            d2   =     = 42,03 cm = 0,42 m
            L2  =   x 3,14 x 0,422 = 0,138 m2
            d3  =     = 39,64 cm = 0,39 m
            L3  =   x 3,14 x 0,392 = 0,119m2
            d4  =     = 23,56 cm = 0,23 m
            L4  =   x 3,14 x 0,232 = 0,041m2
·         Suren
           d1   = 35,98 cm = 0,35 m
            L1  =   x 3,14 x 0,352 = 0,096 m2
            d2   =     = 27,38 cm = 0,27 m
            L2  =   x 3,14 x 0,272 = 0,152 m2
·         Tanjung gunung
            d1   = 56,05 cm = 0,56 m
            L1  =   x 3,14 x 0,562 = 0,246 m2
·         Bangsal
           d1   = 39,80 cm = 0,39 m
           L1  =   x 3,14 x 0,392 = 0,119 m2
            d2   =     = 64,96 cm = 0,64 m
            L2  =   x 3,14 x 0,642 = 0,321 m2
            d3  =     = 107,32 cm = 1,0732 m
            L3  =   x 3,14 x 1,07322 = 3,594m2
            d4  =     = 199,04 cm = 199 m
            L4  =   x 3,14 x 1992 = 312m2
            d5  =     = 51,59 cm = 0,51 m
            L5  =   x 3,14 x 0,512 = 0,20m2
            d6 =     = 42,03 cm = 0,42 m
            L6  =   x 3,14 x 0,422 = 0,138m2
            d7=     = 34,07 cm = 0,34 m
            L7  =   x 3,14 x 0,0,342 = 0,090m2
·         Goak
           d1   = 73,24 cm = 0,73 m
           L1  =   x 3,14 x 0,732 = 0,418 m2
·         Nyambuk gawah
           d1   = 27,70 cm = 0,27 m
           L1  =   x 3,14 x 0,272 = 0,057 m2
            d2   =     = 27,38 cm = 0,27m
            L2  =   x 3,14 x 0,272 = 0,057 m2
            d3  =     = 31,21 cm = 0,31 m
            L3  =   x 3,14 x 0,312 = 0,30 m2
·         Sipit
           d1   = 103,82 cm = 1,038  m
           L1  =   x 3,14 x 1,0382 = 5,979 m2
·         Temerek
           d1   = 30,57 cm = 0,30  m
           L1  =   x 3,14 x 0,302 = 0,070 m2
·         Buni gawah
          d1   = 52,54 cm = 0,52  m
           L1  =   x 3,14 x 0,522 = 0,212 m2
·         Klokos udang
          d1   = 32,64cm = 0,32  m
           L1  =   x 3,14 x 0,322 = 0,07 m2
·         Buak odak
          d1   = 27,38 cm = 0,27  m
           L1  =   x 3,14 x 0,272 = 0,05 m2
d.      INP
·         Bajur = 15%+18%+0,41%=33,41%
·         Bangsal =26%+14%+96,98= 136,98%
·         Jepun = 15%+9%+0,212% = 24,21%
·         Suren = 7%+9%+0,076%= 16,07%
·         Tanjung = 3%+5%+0,75%= 8,075%
·         Goak =3%+5%+0,128 = 8,128%
·         Nyambuk gawah = 10%+9%+0,126= 19,126%
·         Sipit = 3%+5%+1,833% = 9,833%
·         Temerek = 3%+5%+0,021%= 8,021 %
·         Buni = 3%+5%+ 0,065%= 8,065%
·         Klokos udang = 3%+5%+0,024%= 8,024%
·         Buak odak = 3%+5%+0,032%= 8,032%

B.     Pembahasan
                Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan, jenis yang paling tinggi atau yang paling mendominasi adalah Bajur atau Pterospermum javanicum yang terdapat pada semua plot. Sedangkan jumlah pohon yang terbanyak adalah Bangsal atau Engelhartia spicata yang tumbuh terbanyak, jumlah pohon yang paling sedikit adalah Klokos udang (Syzigium hemsiliana), Buni gawah  Antidesma tetandrum), Temerek (saurauria pandala), Sipit (Crypteronia paniculata), Goak (Ficus variegate), Tanjung gunung (Acmela acuminatissia).
         Pohon yang paling dominan adalah bangsal dengan indeks nilai penting (INP= 136.98%), kemudian bajur dengan INP= 33.41% , jepun INP =24.21%, dan nyambuk gawah INP=19.126%. adapun yang terendah adalah temerek dengan INP= 8.021%. Pertumbuhan pohon berbeda-beda karena kondisi geografis yang berupa kondisi tanah, kondisi kemiringan lahan, air dan faktor lainnya misalnya Faktor radiasi surya (matahari). Dalam pengukuran batang mulai dari diameter batang, tinggi batang, bebas cabang, dan tinggi batang total, yang menggunakan meteran dan tembak ukur.
              Bangsal juga memiliki kerapatan yang tinggi hal ini menunjukkan bahwa bangsal tumbuh dengan baik . bangsal menyukai tempat yang terbuka dan tidak suka di naungi. Sehingga pada saat praktikum kami mendapatkan bangsal dapat tumbuh di dataran tinggi maupun rendah asalkan terkena sinar matahari sepenuhnya. Kami mendapati bangsal tumbuh pada jebak gawah dan diatas pos 3 atau cemara 5. Namun bangsal yang ada pada daratan tinggi dengan bangssal yang ada di dataran rendah memiliki perbedaan . diantaranya bangsal yang kami temukan di jebak gawah memiliki daun yang cukup lebar, sedangkan bangsal yang tumbuh di cemara 5 memiliki daun yang kecil-kecil.
        Ketinggian daerah sangat mempengaruhi pertumbuhan pohon misalnya pertumbuhan batang, akar, daun, bunga, buah dan sebagainya, itu karena pohon terpengaruh dengan kondisi iklim, tanah, air, suhu udara, kelembaban, dan sebagainya, yang bisa dibuktikan dengan tumbuhan kelokos udang yang tidak terdapat tumbuh pada daerah yang lebih tinggi lagi, justru yang tumbuh pada puncak gunung rinjani adalah Rumput dan Cemara.
             Berdasarkan hasil praktikum bajur merupakan pohon yang tersebar di semua plot baik dari plot 1-4 . hal ini menunjukkan bahwa bajur memiliki sebaran yang tinggi jika dibandingkan dengan pohon lainnya yang tumbuh di tempat pemasangan plot.
        Sipit, goak, tanjung gunung, temerek, buni gawah, klokos udang dan buak odak sama memiliki kerapatan yang rendah yaitu 6 pohon/ha nya.






















BAB V
PENUTUP



A.    Kesimpulan
             Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpukan :
1.      jenis yang paling tinggi atau yang paling mendominasi adalah Bajur atau Pterospermum   javanicum yang terdapat pada semua plot.  
2.      jumlah pohon yang terbanyak adalah Bangsal atau Engelhartia spicata yang tumbuh terbanyak pada plot namun pada plot II.
3.      jumlah pohon yang paling sedikit adalah Klokos udang (Syzigium hemsiliana), Buni gawah  Antidesma tetandrum), Temerek (saurauria pandala), Sipit (Crypteronia paniculata), Goak (Ficus variegate), Tanjung gunung (Acmela acuminatissia).
4.      Pengukuran batang mulai dari diameter batang, tinggi batang bebas cabang, dan tinggi batang total
5.      Ketinggian daerah sangat mempengaruhi pertumbuhan setiap pohon, karena pohon terpengaruh dengan kondisi iklim, tanah, air dan sebagainya

B.     Saran
         Diharapkan agar dalam pelaksanaan praktek berikutnya dapat memberikan arahan dan informasi yang lebih jelas dan akurat, agar para praktikan tidak mengalami kebingungan dalam mengerjakan laporan dan perhitungannya.






DAFTAR PUSTAKA



Indriyanto, Ir. 2010. Ekologi Hutan. Bandar Lampung. Penerbit Bumi Aksara.

Kurniawan, Agung. 2008. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran
                Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Jurusan Biologi
                 FMIPA UNS Surakarta.

Syafei, Eden Surasana. 1990Pengantar Ekologi Tumbuhan.  ITB: Bandung.

Soerianegara, I. Dan Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen
                Manajemen Hutan Fakultas Kehutana, IPB

Indriyanto. 2005. Dendrologi. Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung.
Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979.Elements of ecology. Departement of Botany.
                Rajastan Univercity Jaipur, India
Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. Bogor : Jurusan
                manajemen hutan Fakultas Kehutanan IPB.
 

 

1 komentar: